“yah, hujan” kataku
setelah keluar dari kelas “eh awas..” katanya BbbYyyUuuuRRrr.. “hahaha..
kasihan anak mamih..” kata segrombolan anak tadi “lo gak papa? Ini gue ada
handuk kecil, pake dulu aja” katanya “makasih..” jawabku, sedih sekali rasanya
di bully oleh teman-teman. Cowok tadi siapa ya? Aduh, belum sempat bilang
makasih, anduknya juga masih di aku. Itulah ingatanku saat aku masih tinggal di
bandung. Sampai saat ini aku belum mengembalikan handuk kecil milik anak
laki-laki itu.
Oh iya, namaku Firdaus
Cantika Ayu Guffi, panggil saja Firda umurku sekarang 15 tahun, dan saat ini
aku tinggal di Jakarta bersama 2 kakak laki-lakiku dan kedua orang tuaku,
berhubung kami belum sempat mencari rumah baru, jadi untuk semetara kami
tinggal di salah satu apartemen di Jakarta Barat. Aku dan 2 kakaku bersekolah
di NJIS (North Jakarta International School). Bersyukur kami lahir di keluarga
yang serba berkecukupan. Kami pindah rumah sebenarnya bukan karena aku sering
di bully teman-teman, melainkan karena ayahku ada urusan bisnis, dan yang aku
ingat saat masih di Bandung hanyalah sahabatku, Ian Renaldonada dan Meliya Inka
Putri, entah bagaimana keadaannya sekarang.
“ade mau berangkat sama
siapa?” Tanya mama “sama kakak aja ma” jawabku “kak vico sama kak vico udah
berangkat de, makannya mama Tanya kamu mau berangkat sama siapa” jelas mama
“aduh, gimana donk ma? Bisa-bisa kena omel deh..” grutuku “ya udah, mama juga
mau ke salon, satu arah kan sama sekolahmu?” Tanya mama “begitulah..” jawabku
singkat.
Aku masih anak baru di
NJIS, ya baru 3 hari masuk sih.. sebelumnya aku bersekolah di IGJ
(International Global Jakarta) berhubung itu di Jakarta selatan, jadi papa
memindahkanku sekolah di NJIS.
“I’m sory mam, I’m
late” kataku begitu masuk kelas “no problem, sit down” jawabnya. Saat ini aku
masih duduk sendiri, karena bangku sebelah masih kosong, rasanya aku seperti
tidak mempunyai teman satupun, “hari ini miss. angle ngumumin, katanya mau ada
anak baru lagi di kelas kita” kata salah satu anak di kelas “em.., sini ikutan
sama kita” ajak teman yang lain “iya makasih” kataku senang “nama kamu siapa?”
tanyanya “namaku Firdaus Cantika Yolanda Ayu Guffi, panggil aja firda” jelasku
“oh oke-oke, namaku Vita, yang sebelah kananmu Diah, sebelah kirimu Priska,
yang ini Erina, ini annisa, ini anti, itu tuh yang lagi baca buku namanya Evin”
kata vita, “semoga kamu senang bisa main bareng kita ya” kata priska sambil
menyalakan hp blackberry-nya “pasti” jawabku “ya udah yuk, kita ke kantin, oh
iya, biasanya di NJIS istirahatnya sampai 30 menit lho” kata anti “dan paling
kita Cuma cerita-cerita gak jelas” tambah diah.
Setelah menuju kantin,
kami di sediakan salad buah dan susu, jam 4 sore kita baru bisa pulang, dan
sekarang aku merasa betah bersekolah di sini, “oh iya, aku mau Tanya boleh?”
kataku “Tanya aja lagi..” jawab erina “itu siapa? Kok ga gabung bareng
kita-kita aja sih?” tanyaku yang membuat mereka saling melempar pandangan “em..
itu CF (crazy friends) ya semacem grombolan gitu, Cuma anak tertentu yang bisa
main sama dia” jelas priska “oh gitu..” jawabku.
“anak-anak, perkenalkan ini adalah anak baru pindahan dari Bandung, sama seperti Firda” kata miss angle “hai.. senang berjumpa denganmu” kata teman-temanku serentak “sekarang perkenalkan dirimu” kata miss angle “hai semua, senang juga berjumpa dengan kalian, namaku Ian Renaldonada, sepertinya Firda sudah kenal sebelumnya denganku, aku pindahan dari Bandung, panggil saja aku aldo, sepertinya cukup” jelasnya “iya, aldo, kamu boleh duduk, saya harap kalian bisa menerima aldo di kelas ini, trimakasih..” kata miss angle. Aldo sekarang duduk denganku, teman-temanku pun mendekatinya, karena berpenampilan yang bisa di bilang Lumayan, aldo menjadi anak yang banyak di sukai teman-temanku. “fir, pulang sekolah nanti, gue tunggu di taman apatermen tengah” kata aldo tiba-tiba “ha? Iya udah, gue usahain” jawabku. Jam sekolah pun selesai, setelah beberapa menit mengobrol dengan teman-teman, tiba-tiba kedua kakaku menghampiriku “hei sob, beneran pindah lo..” kata kak nico kepada Aldo “seperti janji gue donk, mau ngajak pulang firda?” Tanya aldo “iya nih, ade kesayangan gue.. hahaha” kata kak vico menambahkan “udah yuk ka, pulang..” ajaku “okeh, kapan-kapan kita lanjut lagi” kata kak nico, setelah aku berpamitan pada teman-temanku, aku dan kakaku segera pulang.
“anak-anak, perkenalkan ini adalah anak baru pindahan dari Bandung, sama seperti Firda” kata miss angle “hai.. senang berjumpa denganmu” kata teman-temanku serentak “sekarang perkenalkan dirimu” kata miss angle “hai semua, senang juga berjumpa dengan kalian, namaku Ian Renaldonada, sepertinya Firda sudah kenal sebelumnya denganku, aku pindahan dari Bandung, panggil saja aku aldo, sepertinya cukup” jelasnya “iya, aldo, kamu boleh duduk, saya harap kalian bisa menerima aldo di kelas ini, trimakasih..” kata miss angle. Aldo sekarang duduk denganku, teman-temanku pun mendekatinya, karena berpenampilan yang bisa di bilang Lumayan, aldo menjadi anak yang banyak di sukai teman-temanku. “fir, pulang sekolah nanti, gue tunggu di taman apatermen tengah” kata aldo tiba-tiba “ha? Iya udah, gue usahain” jawabku. Jam sekolah pun selesai, setelah beberapa menit mengobrol dengan teman-teman, tiba-tiba kedua kakaku menghampiriku “hei sob, beneran pindah lo..” kata kak nico kepada Aldo “seperti janji gue donk, mau ngajak pulang firda?” Tanya aldo “iya nih, ade kesayangan gue.. hahaha” kata kak vico menambahkan “udah yuk ka, pulang..” ajaku “okeh, kapan-kapan kita lanjut lagi” kata kak nico, setelah aku berpamitan pada teman-temanku, aku dan kakaku segera pulang.
“de, cowok di kelas
ganteng-ganteng gak?” Tanya kak vico tiba-tiba, “ha? Em.. lumayan lah ka,
kenapa emangnya?” jawabku “oh,. Gak papa sih, ganteng mana sama aldo?” katanya
“aldo lah kak . oh iya, kok dia pindah sini juga sih ka?” tanyaku penasaran
“mau ngapain sih?” tambahku “kalau masalah itu, kakak kurang tau de, ngikutin
kamu mungkin..” ledeknya “kak..” kataku “apa?” jawabnya “nanti sore, aku di
ajak ketemuan nih sama Aldo, gimana ya kak?” tanyaku “ya udah, ketemu aja, toh
dia juga sahabatmu kan..” pendapatnya “ya udah” jawabku singkat “kalau gitu,
kakak mau ke kamar dulu,. kalau mau cerita-cerita ke kamar kakak aja ya..”
katanya “okeh” jawabku. Sebenarnya aku tidak ingin bertemu dengan Aldo hari
ini, selain aku capek, aku juga sedikit tidak enak badan, akhirnya aku
memutuskan untuk tidak bertemu dengan Aldo,
To : Ian Renaldonada
do, kayanya gue gak bisa ketemu sama lo.
kalau mau, lo ke apatermen gue aja. Gue rada
gak enak badan.
do, kayanya gue gak bisa ketemu sama lo.
kalau mau, lo ke apatermen gue aja. Gue rada
gak enak badan.
Duk..duk..duk.. “de,
kamu di dalem gak?”Tanya nico “iya ka, masuk aja” jawabku, dan nico pun masuk
ke kamarku, “ada apa ka?” tanyaku begitu nico duduk di sebelahku “de, kamu udah
15 tahun, apa kamu gak pernah ngerasain yang namanya CINTA?” pertanyaan nico
membuatku sedikit bingung, “kok kakak tanyanya gitu sih?” tanyaku heran “ya gak
papa, emang salah kakak Tanya gitu? Habisnya kamu juga yang bikin kakak Tanya
gini” jelasnya “oh.. kalau rasa suka sih belum kak” jawabku singkat “gak bosen
nge-jomblo?” tanyanya lagi “kak . jomblo bukan berarti gak laku, tapi jomblo
itu nyari orang yang tepat buat dia cinta.. gitu kak .” jawabku sok bijak
“hahaha.. bisa aja, kalau kamu tuh bukan jomblo de, tapi single, pacaran aja
gak pernah, K A S I H A N, hahahaha..” jawab nico, “hih.. kakak ih.. masih
untung tuh aku jawab” jawabku kesal “ya udah de, kakak mau main dulu ya, bĂȘte
ngobrol sama kamu.. hehehe..” katanya sambil mencium keningku dan berlalu
pergi. Kesal juga di Tanya begitu, aduh.. haus banget, kataku dalam hati, aku
pun memutuskan untuk berjalan ke dapur untuk mengambil minuman, tiba-tiba
kepalaku terasa sangat berat. BbbbRrrrUuuKkkk…
Samar-samar ku lihat
cahaya putih menerawang masuk mataku, “de.. kamu dah sadar? Ini kak vico..”
katanya “aku dimana ka?.. aduh” kataku “eh.. jangan di paksain bangun.. lo di
Unit Kesehatan Apatermen, tadi gue liat, lo jatuh di tangga dapur.. jadi
buru-buru gue bawa ke UKA” jelas aldo “iya, tadi aldo liat kamu jatuh, terus
dia langsung telfon kakak..” tambah vico “aku mau pulang kak .” kataku sambil
merengek “kamu belum boleh pulang de..” jawabnya “kak . aku pengin pulang kak .
gak betah” kataku sambil menangis, aku gak tau kenapa aku bisa ada di sini..
“kamu istirahat dulu aja ya de, kakak coba bilang ke dokternya, do, gue titip
adik gue sebentar..” kata kakaku dan langsung berlalu “istirahat ya fir.. gue
ada di samping lo” katanya. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa perasaanku
mendadak jadi aneh, ada rasa bahagia, malu, senang, dan juga tidak ingin di
tinggal oleh Aldo.
2 hari berlalu, dan
nanti aku udah boleh pulang dari Unit Kesehatan, aku merasa sedih Aldo tidak
bisa menemaniku di sini, karena ada jam tambahan di sekolah, tiba-tiba aku
menangis dan tangisku bersamaan dengan turunya hujan di luar sana “hujan de..”
kata papahku “tunggu hujannya berhenti ya baru kita pulang” tambahnya, aku tidak
menghiraukan perkataan papahku, aku merasa sangat sedih sekarang. Drreeettt…
Drreeettt.. “ini de, ada sms” kata kak nico, aku pun meraih ponselku dan segera
membacanya
form : Ian Renaldonada
fir, maaf ya, gue gak bisa nemenin lo,
ada tambahan pelajaran, tapi gue janji
pulang sekolah nanti, gue langsung
nemuin lo, jaga diri baik2 ya..
fir, maaf ya, gue gak bisa nemenin lo,
ada tambahan pelajaran, tapi gue janji
pulang sekolah nanti, gue langsung
nemuin lo, jaga diri baik2 ya..
Kaget juga mendapat sms
dari aldo, sedikit lega persaanku setelah membacanya, akhirnya tidak bisa di
tahan, aku tersenyum senang,
to : Ian Renaldonada
iya do, gue pasti jaga diri baik-baik kok..
makasih ya, lo mau perhatian sama
gue..
iya do, gue pasti jaga diri baik-baik kok..
makasih ya, lo mau perhatian sama
gue..
“dari siapa sih de?
Aldo ya? Cieh..” Tanya kak nico meledek “ih kakak.. apaan sih.. bukan” jawabku
sewot “gak usah bohong deh.. kakak juga ikut baca smsnya kok..” jawabnya “ih..
kakak apaan sih.. lagian apa salahnya aku smsan sama sahabat sendiri” kataku
lumayan emosi “iya, sahabat jadi cinta ya de.. bilang aja kamu suka sama Aldo,
ngapain juga ditutup-tutupin dari kakak” katanya memancing emosiku “ye.. emang
masalah apa kalau aku suka sama Aldo?” jawabku “hahaha.. bener kan? Lagian,
udah keliatan dari gerak-gerikmu” jawab kak nico “oh gitu ya ka? Terus masalah
buat kakak?” kataku semakin kesal “iya.. wle..” jawab kak nico sambil
menjulurkan lidah “mama… kak nico nakal nih..” kataku mengadu “Nic… jangan di
ledekin adeknya! Dia baru sembuh!” kata mamahku marah “ih.. awas kamu kalau dah
sembuh” katanya lalu berlalu pergi, “de, dah terang tuh, ayo pulang..” kata
papa “susah pa buat jalan” kataku “biar vico aja pa yang gendong” kata kak vico
tiba-tiba
Akhirnya, aku bisa
pulang juga ke apatermen kesayanganku. Setelah sampai di kamar, aku segera
mandi air hangat dan pergi tidur.
aku terbangun setelah
merasa kedinginan, saat aku duduk dan melihat jam, ternyata sudah jam 8 malam,
karena capek, aku kembali tidur. Tiba-tiba aku mersa tubuhku hangat, aku
terbangun dan melihat Aldo sudah menyelimutiku dan berjalan keluar kamar “Do..”
kataku lirih, aldo pun membalikan badan dan berjalan mendekatiku “tadi gue liat
lo kedinginan, jadi gue ambilin selimut buat ngangetin badan lo, keganggu ya?”
tanyanya “enggak kok.. makasih ya..” jawabku lirih “ya udah, gue mau keluar, lo
tidur lagi aja” katanya sambil berdiri dan berjalan menuju arah pintu, aku
segera memegang tangannya dan mencegahnya pergi “mau kemana? Sini aja temenin
gue..” kataku “lo janji kan mau nemenin gue? Gue nungguin lo dari tadi..”
tambahku, aldo duduk di sebelahku “iya, gue di sini kok buat lo, sekarang lo
istirahat ya.. gue gak mau lo sakit lagi,.” Katanya dan memegang tanganku,
“makasih ya do..” jawabku, aku menarik tangan aldo di pipiku, dan tidak tersa
aku tertidur.
Cahaya matahari
menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamarku, sedikit demi sedikit ku
buka mataku, dan aku lihat Aldo duduk tertidur di bangku belajarku “Do.. Bangun
do.. Dah pagi nih..” kataku lirih sambil menepuk pelan paha aldo, ku lihat aldo
mulai terbangun “eh fir, dah bangun.. gue pulang dulu ya, kalau lo pengin
ketemu gue, sms aja” katanya “iya, makasih ya” jawabku, aldo mencium keningku
dan berlalu pergi.
“de, papa sama mama dah
sepakat, mulai besok senin, kamu homeschooling aja” kata papahku setelah aku
keluar dari dapur “ha? Homeschooling? Gak, firda gak mau homeschooling!” kataku
sambil membanting gelas yang ada di tanganku “de, mau gak mau, kamu harus
homeschooling!!! Atau kamu gak bakal sekolah lagi!” kata mamaku marah “gak!
Firda gak mau! Terserah mama sama papa mau gimana! Yang jelas firda gak mau!”
jawabku, tiba-tiba aku merasakan sesak pada dadaku, dan aku langsung merubuhkan
badan di sofa “de, kamu gak apa-apa?” Tanya kak nico “a..aa..de gak apa-apa kok
ka,” jawabku terengah-engah “ini semua gara-gara papa sama mama terlalu maksain
firda homeschooling!!! Biarin aja dia ngerasain hal yang sama kaya orang lain
pa! jangan terlalu bebanin dia! Papa mau di tinggal firda?! Gak kan? Biarin
pa.. ma, biarin dia ngerasain hal yang sama kaya orang lain..!!!” kata kak nico
lalu duduk di sebelahku, dan mengusap-usap punggungku, semuanya tak ada yang
berbicara, hanya memperhatikanku. “aku sebenarnya sakit apa pa? aku sakit apa?”
tanyaku, dan tak ada yang menjawab satupun, “aku sakit apa?!! Jantung?!
Ginjal?! Atau apa ma?!!” tanyaku sambil menangis, “de..” kata kak nico memeluku
“awas! Aku gak butuh di kasihani!” jawabku “de.. maafin papa sama mama, gak
bisa njaga kamu dengan baik, kamu sebenarnya sak..” “Papa! Jangan katain itu ke
firda!” kata kak vico memotong pembicaraan papa “aku sakit apa pa?! jawab pa..
aku sakit apa?!” kataku marah “ Iya! Sakit Ginjal.. Maafin kita de.. kita harus
bohong sama kamu, ini semua karena kita sayang sama kamu..” kata kak nico “oh..
Dari kapan? Dari kapan aku sakit kaya gini?! Dari kapan ha?! Pantes aku sering
sakit-sakitan!!!” jawabku langsung berlari meuju kamar. Handponeku juga sudah
aku matikan, aku kecewa dengan semua keluargaku, kenapa baru sekarang aku tau
aku punya penyakit mematikan seperti ini.
Sudah 4 hari aku
mengurung diri di kamar, tidak makan tapi hanya minum, aku ingin sembuh, tapi
siapa sih yang rela donor organ tubuhnya sendiri buat orang lain? “de.. ini kak
nico, buka pintunya..” kata kak nico “gak kak . firda gak apa-apa kok, kakak
gak usah khawatir..” jawabku lemah “tapi kamu belum makan de..” paksa kak nico
“ Aku gak apa-apa ka!” jawabku menggentak, kak nico pun menyerah. “de.. kakak
ada novel baru nih, judulnya The Love, mau tau gak? Buka donk pintunya” kata
kak vico “gak kak . makasih” kataku. “de.. ini papa sama mama mau ajak kamu
jalan-jalan ke pantai kutai nih, ayo buka pintunya.. udah lama kita gak ke
bali” ajak papa “gak pa.. ade mau di rumah aja” jawabku. Semua yang ada di dunia
ini tak ada yang bisa membuatku semangat, bahkan Aldo tidak ada di sampingku,
aku pun menangis.
“fir.. ini aku.. Vita
sama temen-temen, kita cerita-cerita lagi yuk? Kita kangen lho sama kamu.. kita
ada film nih, nonton bareng-bareng lagi yuk?” ajak vita “gak vit.. aku gak
apa-apa kok.. makasih” jawabku. Aku tidak ingin di kasihani seperti ini.
“Fir.. ini gue Aldo.. plis fir, buka pintunya, ada yang mau gue omongin sama lo” katanya. Aldo? Setelah 5 hari, aldo baru ada buatku? Kemana aja dia? Pikirku. Jegrek.. “fir..” katanya “sini masuk..” jawabku, “ada apa?” tanyaku, “fir.. udah hampir 6 tahun kita bareng, gak nyangka kalau gue bakal sayang sama lo, lo mau gak jadi pacar gue?” katanya, aku bingung sekaligus bahagia “kenapa lo nembak gue? karena lo kasihan sama gue? karena gue punya penyakit kaya gini, jadi lo terpaksa nembak gue?!” tanyaku meninggikan nada bicara “maksud lo? Gue dah lama sayang sama lo fir.. gue tulus sayang sama lo.. mau lo sakit, sehat, tapi ini yang gue rasain” katanya “apa lo gak malu pacaran sama gue?” tanyaku “malu? Apa yang harus di maluin? karena lo sakit-sakitan? Lo sakit aja masih cantik..” jawabnya, lalu memegang tanganku “fir.. manusia gak ada yang sempurna, gue janji bakal nemenin lo kapanpun, gimana kondisi lo, gue janji bakal nemenin lo, gue janji bakal bantu lo cari pendonor, sekarang lo gak boleh sedih.. gue selalu ada buat lo fir..” katanya, aku pun tidak bisa menjawab kata-katanya, aku hanya bisa menangis, Aldo pun memeluku, dan aku hanya bisa menangis, akhirnya aku dan Aldo berpacaran, dan aku serta keluargaku sudah baikan, aku homeschooling bersama teman-temanku (Vita, Evin, Priska, Asqita, Erina, Diah, Vannia, Inadin, Annisa, dan Anti) papa sudah membuat ruangan khusus untuk kami homeschooling, gurunya pun papa ambil dari NJIS.
“Fir.. ini gue Aldo.. plis fir, buka pintunya, ada yang mau gue omongin sama lo” katanya. Aldo? Setelah 5 hari, aldo baru ada buatku? Kemana aja dia? Pikirku. Jegrek.. “fir..” katanya “sini masuk..” jawabku, “ada apa?” tanyaku, “fir.. udah hampir 6 tahun kita bareng, gak nyangka kalau gue bakal sayang sama lo, lo mau gak jadi pacar gue?” katanya, aku bingung sekaligus bahagia “kenapa lo nembak gue? karena lo kasihan sama gue? karena gue punya penyakit kaya gini, jadi lo terpaksa nembak gue?!” tanyaku meninggikan nada bicara “maksud lo? Gue dah lama sayang sama lo fir.. gue tulus sayang sama lo.. mau lo sakit, sehat, tapi ini yang gue rasain” katanya “apa lo gak malu pacaran sama gue?” tanyaku “malu? Apa yang harus di maluin? karena lo sakit-sakitan? Lo sakit aja masih cantik..” jawabnya, lalu memegang tanganku “fir.. manusia gak ada yang sempurna, gue janji bakal nemenin lo kapanpun, gimana kondisi lo, gue janji bakal nemenin lo, gue janji bakal bantu lo cari pendonor, sekarang lo gak boleh sedih.. gue selalu ada buat lo fir..” katanya, aku pun tidak bisa menjawab kata-katanya, aku hanya bisa menangis, Aldo pun memeluku, dan aku hanya bisa menangis, akhirnya aku dan Aldo berpacaran, dan aku serta keluargaku sudah baikan, aku homeschooling bersama teman-temanku (Vita, Evin, Priska, Asqita, Erina, Diah, Vannia, Inadin, Annisa, dan Anti) papa sudah membuat ruangan khusus untuk kami homeschooling, gurunya pun papa ambil dari NJIS.
2 tahun berlalu,
sebentar lagi aku mengikuti UN dan UI. “de.. besok kita ke Singapura, ada
pendonor buat kamu” kata mama “beneran ma?” tanyaku gembira “iya sayang..” kata
mama sambil memeluku. Hari ini Aldo ke rumahku aku bercerita banyak padanya,
sampai tentang pendonor. “oh gitu.. bagus donk kalau udah ada pendonor buat
kamu, selamat ya sayang..” kata Aldo lalu mencium keningku “iya.. kamu harus
ikut besok” jawabku “pasti, sayang, kamu harus yakin, apapun yang terjadi untuk
hubungan kita, itu pasti yang terbaik” kata aldo tiba-tiba “lho, kok kamu
bilang gitu sih?” tanyaku heran “iya.. kamu harus yakin ya, itu yang terbaik,
kalau besok aku gak ada di sisimu, kamu harus punya pikiran yang positif” kata
aldo sambil menjitak kepalaku “aduh.. ih..” kataku kesal
“kita berangkat
sekarang, sayang?” Tanya papa “aldo pa..” tanyaku “iya, nanti Aldo nyusul..”
jawab papa, “aldo pasti dateng kok de..” kata kak nico. perjalanan ke singapura
membutuhkan waktu 4 jam. Setelah sampai di singapura aku segera di bawa ke
rumah sakit yang sudah di siapkan, saat aku mulai di bawa menuju ruang operasi,
aku mulai menangis “aldo dimana ka?” tanyaku “sayang.. aldo past dateng kok..
sekarang kamu konsentrasi dulu sama penyakitmu ya” jawab kak vico mencium
keningku. Begitu memasuki ruang operasi aku sedih karena tidak ada Aldo yang
menemaniku, aldo pembohong!
setelah selesai operasi
dan aku sudah di pindahkan ke ruang rawat-inap, aku bertanya pada dokter
“dok..” kataku “iya ada apa? Kamu takut? Tenang aja ya..” katanya “dok.. siapa
orang yang mendonorkan organ tubuhnya untuku?” tanyaku, dokter itu tidak
menjawab, dan langsung pergi.
“selamat ya de, kamu
dah normal kaya orang lain” kata kak nico “iya ka, makasih..” jawabku, “ma..
siapa pendonornya? Aku pengin ketemu” kataku “anu de..” kata kak vico tiba-tiba
“anu apa ka? Siapa pendonornya? Apa salahnya sih kalian jawab” kataku mulai
kesal “pendonornya Aldo” kata papa “apa? Aldo? Gak mungkin pa.. gak mungkin..
gimana kondisinya sekarang? Aku mau ketemu pa!” kataku sambil menangis “tapi
de, kamu harus istirahat” kata kak nico “gak! Aku mau ketemu dia sekarang!!!”
kataku, akhirnya kak nico membawaku ke kamar rawat Aldo, ku lihat aldo sedang
terbaring lemas di kasurnya, dan banyak anggota keluarganya. “Aldo…” kataku,
aldo tidak menjawab, tapi hanya tersenyum “kenapa kamu ngelakuin ini?” tanyaku
kesal “a..aku bilang ini yang terbaik..” katanya “jika aku harus pergi
sekarang.. kamu jangan sedih ya.. aku gak mau liat kamu sedih..” tambahnya
“tapi gak seharusnya kamu ngelakuin ini buat aku!” kataku kesal, aku pun
mendekatkan diri pada aldo, aku sedih dan mulai menangis “jangan nangis donk..
kamu dah sembuh kan..” katanya sambil menghapus air mataku “..makasih ya do,
gue sayang sama lo” kataku “iya.. gue juga sayang sama lo” jawabnya “tapi lo harus
janji sama gue, lo harus kuat, gak boleh kalah sama penyakit” kataku lemah
“iya.. gue janji fir..” katanya.
1 minggu sudah ku
lewati di singapura, sekarang waktunya aku dan aldo pulang ke Indonesia,
teman-temanku sudah menunggu di lobi apatermen untuku dan aldo.
UN dan UI sudah ku
lewati 2 bulan yang lalu, besok adalah hari tunanganku dengan Aldo, “bajunya
dah di coba de?” Tanya kak nico “iya ini lagi ganti kak.” jawabku “gimana
Cantik ga?” tanyaku “cantik banget..” jawab kak vico sambil bisik-bisik ke
pacarnya “besok hai tunanganmu, jangan lakuin kesalahan ya..” kata mama “iya
ma..” jawabku, betapa senangnya aku bisa bertunangan dengan Aldo, orang yang
paling aku sayang, orang yang paling aku cinta, terimakasih tuhan.. kataku
dalam hati.
‘oh gitu, ya udah gak apa-apa sih.. aku tunggu’ kataku di telepon ‘iya, maaf ya say.. aku usahain dateng ke apatermenmu’ *sambungan telfon terputus. Aldo kenapa sih, kok jadi beda banget *pikirku
‘oh gitu, ya udah gak apa-apa sih.. aku tunggu’ kataku di telepon ‘iya, maaf ya say.. aku usahain dateng ke apatermenmu’ *sambungan telfon terputus. Aldo kenapa sih, kok jadi beda banget *pikirku
Aku pulang ke apatermen
sekitar pukul 01.45 WIB, karena harus menyiapkan untuk acara besok. Rasa lelah
tak terasa lagi karena acara yang membuatku bahagia sudah di depan mata. Aku
memasuki kamarku, aroma khas yang selama ini menemaniku, aku merubuhkan badan
di kasur kesayanganku, dan aku pun tertidur. “fir.. fir..” kata Aldo, perlahan
ku buka mataku, “em.. eh Aldo, baru pulang?” tanyaku basa-basi “iya.. kamu
tidur aja lagi, aku mau pulang” katanya “kok Cuma sebentar sih?” tanyaku heran
“iya, aku buru-buru.. mau bikin skripsi lagi” jawabnya “apa gak bisa kita
ngobrol-ngobrol sebentar? Besok kan hari tunangannya kita, apa kamu dah punya
yang lain?” tanyaku “maksudmu apa sih fir?! Aku cape, baru pulang! Jangan bikin
aku marah!!” katanya membentak “maaf..” jawabku lirih, aldo tidak menjawab dan
langsung meninggalkanku. Aku hanya bisa terdiam.
“ma, acara tunanganku
di undur aja ya.. aku belum siap” kataku setelah keluar dari kamar “mumpung
belum terlanjur, masih bisa di cancel kan..?” tanyaku, “kamu kenapa? Kok pucet?
Kamu sakit de? Iya, nanti mama suruh temen-temen mama dan pengurus tunanganmu
mengundur acara ini” jawab mamaku “makasi ma..” jawabku langsung memasuki
kamar. Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, hanya saja melihat perilaku
Aldo yang tidak biasanya membuatku sedikit kecewa. Mungkin aku juga yang
terlalu memaksakannya, atau dia memang sedang letih. Aku memutuskan untuk
memberi tahu Aldo tentang penundaan acara ini. ‘do..’ kataku setelah aldo
mengangkat telfon ‘ada apa?’ jawabnya ‘aku sudah memutuskan untuk menunda acara
pertunangan kita’ kataku ‘oh gitu, ya udah, bagus lah’ jawabnya enteng ‘lho,
kok kamu bilangnya gitu sih?’ tanyaku mulai heran ‘ya bagus aja, jadi kamu gak
terlalu capai, dah dulu ya, aku ada urusan’ jawabnya. Ada rasa kecewa yang aku
rasakan.
“de, coba kamu cari
kerjaan deh” kata kak nico ketika aku sedang menonton tv, aku tidak
menghiraukan pertanyaan kak nico “de.. siapa tau kamu bisa move on dari Aldo”
katanya tiba-tiba yang membuatku terkejut “maksud kakak?” tanyaku heran “ya..
em.. kakak perhatiin kamu lagi banyak masalah sama Aldo, maaf..” katanya “ya,
gak apa-apa kok” jawabku langsung meninggalkan kakaku di ruang keluarga. Aku
memutuskan untuk refreshing ke luar apatermen, dengan mengendarai mobil milik
kak vico aku pergi menuju rumah Diah, sesampainya di rumah Diah, aku
bercakap-cakap sebentar dengan mamanya, dan aku meminta ijin menemui Diah di
kamarnya. Setelah aku basa-basi aku langsung to the point, dan aku bercerita
banyak tentang Aldo kepada diah “oh.. setauku sih kalau cowok dah mulai kaya
gitu tandanya dah bosen” pendapatnya enteng, tiba-tiba Priska datang, “ada
apa?” tanyanya, aku pun menceritakan lagi tentang Aldo dari awal “oh gitu, baru
aja gue mau crita ke Diah” jawab priska tiba-tiba “cerita apa?” tanyaku
serentak dengan diah “jadi, tadi waktu gue lagi jalan sama pacar gue, gak
sengaja gue liat Aldo sama anak cewek, lumayan juga sih cewenya, tapi di
bandingin sama lo, fir.. jelas cantikan lo sih..” jelasnya “jadi.. maksud lo,
Aldo selingkuh?!” Tanya Diah kaget “hus..! kita gak boleh langsung ambil
pendapat, kita harus telusuri dulu” kata Priska “hm.. terus gimana hubungan lo
sama Aldo sekarang?” Tanya Diah “Aldo jadi aneh, gara-gara dia marah-marah sama
gue tadi malem, gue jadi terpaksa ngundurin acara tunangan gue, tapi begitu gue
crita ke aldo, dia malah santai biasa aja.. gue harus gimana?” jelasku mulai
menangis “sabar ya fir.. pasti ada jalan keluarnya..” kata Priska “gimana kalau
sekarang kita jalan-jalan aja?” ajak Diah “iya, daripada nge-Galau gak jelas
kaya gini” tambah priska, “ya udah yuk, pake mobil gue aja” jawabku yang sebenarnya
sedih
Akhirnya aku, priska,
dan diah memutuskan untuk pergi ke Place Plaza, Mall terbesar di Jakarta,
setelah sampai di PP kami memutuskaan untuk bermain ice skatting, selesai kami
memakai pelindung untuk bermain ice skatting kami memasuki arena bermain,
sedikit hilang rasa sakit hatiku terhibur oleh suasana ini, tiba-tiba
BbbbRrrUuuKKK.. “Firda..!” kata Priska dan Diah serentak, ternyata ada anak
laki-laki yang menabrakku “maaf.. maaf ya, gue ga sengaja” katanya “gue gak
apa-apa kok..” jawabku yang sebenarnya sakit, “apa sebelumnya kita pernah
bertemu?” tanyanya “mungkin..” jawabku sambil mengeluarkan sapu tangan dari
saku celanaku, “sapu tanggan itu punya lo” tanyanya lagi “bukan, ini punya
temen gue waktu gue masih di bandung, ya udah, gue main lagi ya” kataku
“sebentar..” katanya sambil memegang tanganku “itu sapu tangan gue, itu punya
gue” katanya tiba-tiba “iya, lo Firda adenya Vico?” tanyanya “iya.. lo siapa?
Tau darimana nama gue?” tanyaku heran “aku Putra Alfarel Affandi, temenya Vico,
kakak lo” katanya “terus apa hubungannya sama sapu tangan ini?” tanyaku heran
“itu punya gue, gue yang ngasih sapu tangan ini waktu lo di siram air di
Bandung” katanya. Sontak aku langsung terkejut, ternyata anak laki-laki yang
selama ini gue cari, sekarang ada di depan gue, dia semakin cakep, membuat
hatiku goyah, aduh. Apaan sih fir, inget! Lo udah punya Aldo..! kataku dalam
hati “oh gitu.. kapan-kapan kita ketemuan ya, gue pengin cerita-cerita sama lo”
kataku “oh iya, kalau boleh dimana Vico sekarang? Gue minta nomer Hp nya ya”
katanya, aku pun memberikan nomer Hp vico untuk Andi, setelah itu aku pulang
bersama Priska dan Diah, setelah mengantarkan mereka pulang, aku memutuskan
untuk pulang ke apatermen. Jam 23.17 aku baru sampai di apatermenku, setelah
masuk aku melihat Aldo sedang menungguku di temanin kak vico dan kak nico.
“Dari mana? Jam segini
baru pulang?” Tanya aldo sewot “main” jawabku singkat. Aku pun langsung
memasuki kamar tidurku di susul oleh Aldo, sedikit terkejut melihat raut muka
aldo yang sedikit murung, “kamu kenapa sih?!” Tanya aldo sedikit menaikan nada
suaranya “harusnya aku yang Tanya itu ke kamu!! Kamu tuh yang aneh! Kamu gak
kaya dulu lagi!” kataku ikut meningkatkan nada suara “aku?! Maksudmu apa? Maumu
apa sih fir? Aku dah ngikutin semua maumu, tapi apa balesanmu?! Cuma
marah-marah kaya gini?! Aku capek fir..” jawabnya marah “kalau kamu capek,
pulang aja.. aku juga capek kok., lagian juga dah malem” kataku sedikit tidak
rela, Aldo tidak menjawab, tiba-tiba aldo memeluku “maafin aku fir.. bukan ini
maksudku” katanya lemah, aku melepaskan pelukan aldo “aku capek do.. mau
istirahat, kamu pulang aja” kataku, “ya udah kalau ini maumu..” jawabnya sambil
berjalan keluar kamarku, aku merasa sangat capek, aku memaasuki kamar mandi dan
membasuh badanku, lalu saat aku ingin kembali ke kamar, aku ingat kepada Andi
teman kak vico. aku pun menuju kamar kak vico, dan langsung masuk, ku lihat kak
vico sudah terlelap, aku duduk di kasur kak vico dan memandangnya sebentar
“de.. kamu lagi ngapain?” Tanya kak vico sambil mengucek matanya “eh kakak jadi
bangun ya,. Maaf” kataku “gak apa-apa kok de..” jawabnya “kak tadi aku sempet
ketemu sama kak Andi, dia bilang dia temen deket kakak waktu SMA, terus dia
minta nomer hp kakak..” jelasku “oh.. kamu yang ngasih, iya, tadi Andi dah
telfon kakak, katanya dia pengin bisa lebih deket sama kamu” jawab kak vico “oh
gitu.. kapan-kapan aku ajak dia main deh, yaudah aku balik ke kamar ya.. kakak
tidur lagi aja..” kataku sambil berlalu pergi.
Cahaya matahari
memasuki celah-celah jendela kamarku, ternyata sudah jam 11 siang, aku langsung
berlari menuju kamar mandi dan langsung mandi, saat aku berjalan melewati dapur
aku lihat Andi dan kak vico sedang bercerita-cerita, Andi melihatku dan
tersenyum, aku pun membalas senyuman Andi, ternyata Andi lebih kelihatan manis
saat tersenyum, “de.. baru bangun?” Tanya kak vico “hehehe.. iya ka” jawabku
“mama masak apa?” tanyaku “ini ada sup cream” jawab kak vico “yah.. ya udah,
aku pinjem mobilnya ya ka, mau cari makan di luar” kataku “jangan de, kakak mau
ketemuan sama pacar kakak” katanya sambil membersihkan sisa makanan di mulut,
“sama aku aja fir..” kata Andi tiba-tiba “ha? Gak usah, takut ngerepotin”
jawabku malu-malu “gak masalah lagi.. udah, gak apa-apa” katanya, akhirnya aku
menyutujuinya dan Andi mengajaku ke rumah makan yang sebelumnya belum pernah
aku kunjungi. Di sana aku melihat Putri sahabatku sedang duduk sendirian,
setelah mengenalkan Andi kepada Putri, aku sedikit basa-basi dengan putri “oh..
jadi kamu lagi nungguin siapa?” tanyaku “pacarku fir..” jawabnya “pacar? Siapa
pacar kamu? Kok gak pernah cerita sih?” kataku “hehehe.. kapan-kapan aku
kenalin ya..”jawabnya “ya udah, aku duluan ya put..” pamitku “iya.. hai-hati di
jalan” jawabnya. Aku dan Andi pergi makan di taman apatermen, sambil menikmati
pemandangan di sini.
“kapan-kapan kita ke
puncak ya fir..” katanya “hm.. boleh” jawabku, “kamu dah punya pacar?” tanyanya
“udah.. kenapa emangnya?” tanyaku heran “gak apa-apa, siapa sih? Cerita donk”
pintanya, aku pun menceritakan banyak tentang Aldo, sampai masalahku tadi malam
pun aku ceritakan, dia mendengarkan dengan sangat serius dan memberi sedikit
komentar. “iya.. aku juga bingung, sekarang aldo jadi beda” kataku mengakhiri
cerita “komunikasi masih lancar? Suatu hubungan harus ada komunikasi fir..”
pendapatnya membuatku sedikit canggung “hm.. udah jarang ndi” jawabku sambil
tersenyum seadanya “jadi kamu mau lanjut?” tanyanya “aku usahain yang terbaik
buat dia” jawabku singkat “udahan yuk, nanti temenin aku ke kantor papaku bisa
ndi?” tambahku “siap bos” jawab andi sambil tersenyum, tiba-tiba aku merasa
sangat nyaman bersama andi.
“papa…” kataku setelah
masuk ruangan kerja papaku, andi pun berkenalan dengan papaku. Aku menjelaskan
maksud kedatanganku ke kantor papaku, “ya udah de, kamu nanti ke bagian
adminitrasi aja ya, andi, titip firda ya” kata papakun “siap om” jawab andi,
setelah aku menyelesaikan urusanku, aku ingin mengajak andi jalan-jalan, tapi
tiba-tiba hp ku berbunyi, ternyata ada telfon dari Putri ‘mau tau pacar gue
kan?’ Tanya putri “iya” jawabku singkat ‘gue tunggu di Kemang Pratama Golf’
katanya ‘iya’ jawabku. Aku pun mengajak Andi melihat pacar putri, setelah
sampai di kemang pratama aku segera menuju rumah makan yang sudah di janjikan,
aku melihat putri melambaikan tangan, setelah aku mendekatinya, aku sangat
terkejut melihat Aldo bersama Putri, Aldo pun langsung salah tingkah, aku
memutuskan untuk pura-pura tidak mengenal Aldo. “ini pacar gue fir.. kaget ya?
Ini Aldo kan, sahabat kita dulu” kata putri sangat gembira, aku pun tersenyum
kecut dan sedikit basa-basi dengan aldo, dan tidak lupa aku mengenalkan Andi
kepada mereka “oh iya, ini Andi, pacar gue” kataku yang sebenarnya tidak di
rencanakan, kelihatan muka Andi yang menggambarkan ekspresi sangat terkejut,
“iya kan ndi?” tanyaku memecah keheningan “i..iya,” jawab Andi tersenyum heran
“oh jadi kalian udah pacaran? Pantes waktu itu kalian makan berdua, hehehe”
kata Putri, aldo terlihat sekali sangat marah, tetapi aku tidak
memperdulikannya, karena aku terlanjur kecewa kepadanya, aku pun memutuskan
untuk pulang dengan alasan ada acara. Setelah sampai di apatermen aku
menceritakan semuanya kepada kak nico, kak vico, mama, papa dan Andi sambil
menangis, mereka terlihat sangat marah, tiba-tiba Andi memeluku, aku hanya bisa
diam, tapi di samping itu aku juga merasa sedikit tenang, mereka hanya diam
melihatku di peluk Andi, “aku akan menjaga firda” kata andi pada kedua kakaku
dan kedua orang tuaku, mereka semua berterimakasih pada Andi.
“Ada apa lagi kamu
kesini? Aku gak butuh kamu lagi, aku kecewa sama kamu, kamu pulang aja” kataku
ketika Aldo datang ke unit apatermenku “Fir.. aku bisa jelasin ke kamu”
pintanya “Aku gak butuh do! Sana kamu pulang! Aku gak mau liat kamu lagi!
Pergi!!!” kataku marah, Aldo memaksaku mendengarkan penjelasannya, tetapi aku
menolak sambil menangis “fir!” gentak Aldo, tiba-tiba kak nico keluar dan
langsung memukul Aldo sampai terpental “Pergi lo! Jangan bikin adik gue kecewa
lagi! Anj*ng lo!” kata kak nico “udah kak . udah.. jangan pukul Aldo kak.” kataku
melerai sambil menangis masuk ke kamar, terlihat raut kekecewaan Aldo, tetapi
aku tidak peduli, aku mendengar aldo berteriak “Fir.. Gue janji bakal jelasin
ini ke lo!!!” katanya, aku pun tambah menangis, sampai akhirnya aku tertidur.
Tiba-tiba aku terbangun
dan aku lihat kak nico sedang duduk di sebelahku dan memandangiku, “de.. jadi
bangun ya? Maaf kakak ganggu ya..” kata kak nico “engga kok ka, ade emang
bangun sendiri..” jawabku “maaf ya de, kakak gak bisa jaga kamu baik-baik..
masalah Aldo kakak minta maaf banget ya de,..” kata kak nico tiba-tiba yang
membuatku kembali sedih “4 tahun ka aku usahain jadi yang terbaik buat aldo,
ternyata aldo pacaran sama sahabatku sendiri kak. justru dia udah 6 tahun sama
aldo, aku ngerasa bersalah kak. aku rasa aku 4 tahun ini udah jadi beban aldo,
setengah tubuh aldo ada di aku kak . kalau gak ada Aldo aku gak bisa bertahan
sampe sekarang kak.” kataku sambil menangis “de.. sebenernya ada alasannya
kenapa aldo mau pacaran sama kamu, ini semua karena perusahaan papa ada janji
sama perusahaan papanya Aldo, karena perusahaan papa aldo mau bangkrut, jadi
papa bantu, tapi harus ada persyaratannya, yaitu salah satu keluarga aldo harus
ngasih satu ginjalnya buat kamu, Aldo rela satu ginjalnya buat kamu karena aldo
gak mau perusahaan ayahnya bangkrut” jelas kak nico, aku pun semakin merasa
sangat bersalah, aku semakin menangis. kak nico hanya bisa diam melihatku, “kak
. mungkin Andi bia jadi pengganti Aldo” kataku tiba-tiba “pasti de.. jangan
nangis lagi ya..” kata kak nico sambil mencium pipiku.
6 bulan berlalu, aku
akhirnya bisa melupakan Aldo, dan sekarang aku berpacaran dengan Andi, kak vico
sudah memiliki keluarga sendiri, dan sekarang kak vico sudah mempunyai tempat
tinggal sendiri, dan Andi sudah bekerja di salah satu perusahaan terkenal di
Jakarta sebagai Manager. Pagi ini aku dan Andi pergi ke puncak untuk sekedar
menenangkan pikiran, setelah sampai di puncak, kami memutusakn untuk bermalam
di salah satu hotel di Puncak Bogor, setelah cek in di salah satu hotel, kami
langsung pergi ke kebun teh untuk sekedar iseng-iseng dan melanjutkan pergi ke
Kebun Raya Bogor, kami sangat menikmati apa yang kami lakukan di sini. Setelah
jam 5 sore kami kembali ke hotel untuk istirahat sebentar, kami hanya menyewa 1
kamar tetapi 2 kasur, bukan karena kami tidak memiliki uang, melainkan karena
aku takut tidur sendiri, setelah mandi dan dinner di hotel, malamnya sekitar
jam 8, aku dan andi pergi ke luar hotel untuk menikmati pemandangan malam,
karena sangat dingin aku menggunakan jaket tebal dan slayer dan andi hanya
menggunakan kemeja panjang. Kami berhenti di tempat penjual jagung bakar dan
memesan 2 coklat hangat. “fir.. aku sayang sama kamu, kamu mau gak jadi
pendamping hidupku?” Tanya andi sambil menyodorkan satu cincin emas, aku sedikit
terkejut sekaligus sangat senang “aku mau jadi pendamping hidupmu” jawbku, andi
memasukan cincin itu di jari manisku, dan tiba-tiba andi mendekatkan bibirnya
ke bibirku dan mencium bibirku, aku hanya diam, dan ciuman pertamaku untuk
Andi. Keesokan paginya kami langsung kembali ke Jakarta.
Aku menceritakan pada
keluargaku bahwa andi sudah melamarku, dan mereka terlihat sangat gembira,
akhirnya keluargaku merencanakan hari pernikahanku dengan andi, keluargaku dan
keluarga Andi sudah mempunyai rencan kapan kami akan menikah, aku sangat
senang. “andi, makasih ya…” kataku “makasih? Makasih apa?” tanyanya heran
“makasih udah jadi orang yang paling berarti di hidupku” kataku sambil
tersenyum kepada Andi, andi tersenyum sangat manis dan memeluku erat-erat “ya
ampun firda.. aku yang harusnya makasih sama kamu, kamu dah hadir di
kehidupanku” jawabnya, aku melepaskan pelukan andi dan tersenyum ke arahnya,
andi menjitak kepalaku “gak usah berlebihan” katanya, aku pun tertawa sangat
kencang, “oh iya ndi, 1 minggu lagi hari pernikahan kita, kamu dah siap?”
tanyaku “siap? Udah donk, lahir batin” jawabnya sedikit meledek.
Hari ini hari
pernikahanku dengan Andi, dia tampak sangat tampan menggunakan kemeja putih dan
jas hitam dengan clana panjang hitam dan ditambah menggunakan sepatu hitam, aku
tersenyum ke arahnya “kamu cantik banget” katanya, aku tersenyum “jangan nerfes
ya de..” kata kak nico, aku memeluk kak nico erat-erat dan tersenyum ke
arahnya, “makasih ya ka…” kataku, kak nico hanya tersenyum. Acara pernikahanku
segera di mulai, aku melihat keluargaku dan keluarga Andi datang dan tersenyum
ke arah kami. Acara pernikahanku berlangsung sempurna, sekarang aku sudah resmi
menjadi Istri Andi. Andi memeluku dan mencium bibirku, aku hanya diam. ‘andi..
makasih ya udah ada di hidupku’ kataku dalam hati, aku memeluk andi erat-erat
dan andi hanya tersenyum, aku berharap kami akan hidup BAHAGIA SELAMANYA.
BUNDA
Dengar laraku ...
Suara hati ini memanggil namamu ...
Karena separuh aku ...
Dirimu ...
Toktoktok.
Aku menggeliat di atas tempat tidur sambil menguap panjang. “Iya bun, bentar lagi aku juga bangun,” Pagi ini entah untuk yang keberapa kalinya Bunda mengetuk pintu kamarku, bahkan sambil menggedor dan meneriakkan namaku.
Sambil menatap weker di atas meja, aku segera merapikan tempat tidur dan melipat selimut. Beeeh, baru juga jam setengah enam. Aku mengeluh dalam hati.
Aku segera beranjak keluar kamar dan mengambil handuk. “Ada apa sih, Bun? Ini kan baru jam setengah enam. Biasanya aku juga bangun jam setengah tujuh kok,” Bunda tersenyum. Peluh menetes deras dari ubun-ubunnya. Pasti Bunda habis menyiapkan dagangan ke pasar.
“Bunda pusing, kamu siapin sarapan sendiri ya,” Ujarnya sambil meneguk segelas air putih hangat. “Iya deh,” Ujarku cepat sambil melingkarkan handuk ke leherku.
Suara hati ini memanggil namamu ...
Karena separuh aku ...
Dirimu ...
Toktoktok.
Aku menggeliat di atas tempat tidur sambil menguap panjang. “Iya bun, bentar lagi aku juga bangun,” Pagi ini entah untuk yang keberapa kalinya Bunda mengetuk pintu kamarku, bahkan sambil menggedor dan meneriakkan namaku.
Sambil menatap weker di atas meja, aku segera merapikan tempat tidur dan melipat selimut. Beeeh, baru juga jam setengah enam. Aku mengeluh dalam hati.
Aku segera beranjak keluar kamar dan mengambil handuk. “Ada apa sih, Bun? Ini kan baru jam setengah enam. Biasanya aku juga bangun jam setengah tujuh kok,” Bunda tersenyum. Peluh menetes deras dari ubun-ubunnya. Pasti Bunda habis menyiapkan dagangan ke pasar.
“Bunda pusing, kamu siapin sarapan sendiri ya,” Ujarnya sambil meneguk segelas air putih hangat. “Iya deh,” Ujarku cepat sambil melingkarkan handuk ke leherku.
“Nanda,” Bunda mengetuk pintu kamarku. “Belum selesai juga
nak? Jangan lama-lama dandannya, kamu belum sarapan kan nak? Nanti telat.”
Bunda menyentuh pundakku. “Kayaknya Nanda ngga sarapan deh bun, Nanda belum
masak nih, nanti Nanda telat,” Ujarku sambil meringis. “Ya sudah, bunda buatin
roti bakar aja ya.”
Aku bersorak dalam hati melihat bunda keluar kamar. Uuh. Masa pagi-pagi aku disuruh masak? Bau bawang ah.
Aku meraih ganggang pintu depan. Bunda lama banget masaknya. Kalau bunda nanti marah aku ngga makan, kan salah bunda. Kenapa masaknya lama bener? Aku kan bisa telat.
Aku meraih sepatu di rak dan menutup pintu depan dengan perlahan. Setengah berlari aku menuju gang depan dan menyetop angkot.
Tak seperti biasanya hari ini angkot sepi. Yang ada hanya aku dan tiga orang cewek SMA yang lagi ketawa-ketiwi nggak jelas. Acuh tak acuh aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mendengarkan musik dari headset.
Lima belas menit perjalanan dari rumah kulalui sambil berdendang pelan mengikuti suara penyanyi favoritku. Aah, rasa lapar sedikit menggangguku. Tapi, begitu melihat teman-temanku yang berkumpul di dekat gerbang, rasa lapar itu bukan lagi sebuah masalah.
“Nandaaaa,” Sebuah suara memanggilku. Sambil mengikatkan lengan jaket ke pinggangku, aku menoleh. “Hei,” Jawabku sambil tersenyum. Tasya berlari menghampiriku sambil membetulkan letak dasinya.
“Ngelamun aja loe. Makan yuk!” Katanya sambil menepuk pundakku. “Malas banget, entar lagi kan Mr. Punk mau masuk, ogah gue disuruh hormat bendera panas-panas gini.”
“Hush!” Ujar Tasya sambil terkikik mendengarku memangil Pak Nas dengan sebutan Mr. Punk. “Enggak kok, beliau nggak masuk hari ini. Katanya sih anak 9-6 kemarin kosong sama dia, ke Pekan Baru, seminggu ini.”
“Ouuuh,” Bibirku melengkung membentuk huruf O besar. Kurogoh sakuku untuk memeriksa sisa uangku. Kebiasaan. Kalau mau jajan harus periksa kantong dulu, siapa tau lagi sial kan?
Agak gelagapan aku memeriksa saku rokku, saku bajuku kosong-melompong. Sambil menarik saku rok keluar aku mecoba mengingat-ingat kembali. Oiyaa, duit buat hari ini kan udah gue jajanin kemaren. Siaal! Mana dompet gue tinggalin di kasur lagi.
Melihat gelagatku yang bengong sambil memegang saku, Tasya langsung terkikik. ”Cie, ngga bawa duit nih! Entar-entar aja deh makannya,” Tasya langsung membetulkan seragamnya dan mulai melangkah.
“Woii, traktir gue dong! Sekaliii aja! Laper nih, belum makan dari pagiii!” Mendengar teriakanku yang bergema di sepanjang selasar, Tasya langsung ambil langkah seribu. Dasar!!
Pusing.
Ternyata begini rasanya ngga makan seharian. Mana pulang masih lama lagi. Nanda memijit pelan pelipisnya dan mencoba meredamnya dengan memakan permen karet yang sudah lewat expired yang dia temuin di dalam tas.
Hera yang duduk di sebelahnya acuh tak acuh tetap memandang ke arah papan tulis. Nanda tahu benar, Hera punya banyak persediaan cokelat dalam tasnya. Tapi mau bagaimana? Gengsi dong minta-minta sama si pelit yang satu ini. Nanda mencoba menidurkan kepalanya di atas meja sambil mencoret-coret buku di depannya.
Matanya berat. Ia pengen tidur, bentaaar saja. Perutnya sakit dan dia udah ga tahan lagi. Nanda menelan ludahnya mencoba menahan sebentar lagi. Tapi semua sudah keburu gelap dan yang ada di pikiran Nanda hanya deru nafas yang bergema di dalam kepalanya.
“Ndaaa...”
Nanda membuka matanya perlahan. Sosok kecil dan ringkih itu duduk di ujung kasur ruang UKS. Nanda memicingkan kedua matanya. Silau. Sejak kapan bunda sekurus itu?
“Halo sayang,” Bunda memijit kakiku dan tersenyum lemah. “Yuk makan, nih udah bunda bawain bubur ayam Mang Adi, kesukaan kamu.”
Bunda meraih bantal di kepalaku dan menegakkan kepalaku di atasnya. “Nggak ah Bunda, perut Nanda masih perih.” Bunda tersenyum lagi. Tak pernah aku melihat bunda sesabar ini sebelumnya.
“Ayo dong sayang,” Bunda mencoba lagi sambil membuka kotak bubur. Aku diam seribu bahasa, kalau sudah begini biasanya bunda bakal cepet ngalah. Tapi perkiraanku salah, bunda tetap mencoba merayuku sambil sesekali mengusap-usap rambutku.
“Nggak bundaaaaa,” Aku mulai merajuk. Bunda terdiam dan mengambil kotak bubur dari atas meja dan menyodorkannya ke arahku. “KENAPA SIH BUNDA NGGA BISA DIKASIH TAHU!!?” Aku berteriak dan mendorong lengan bunda. Kotak terlempar. Bubur berterbaran. Bunda terdiam dan menatapku kosong. Aku menangis. Pusing yang amat hebat menyerang kepalaku tepat di titik didihnya.
“Ndaaaa...”
Aku membuka mata. “Iya bunda, Nanda ngga mau makan buburnya.”
Bisik-bisik terdengar, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gorden membuatku sulit melihat. “Emmm ini gue Nda,” Itu suara Tasya. Sesaat aku langsung terjaga dan melihat seluruh murid di kelas lagi duduk bersila di lantai atau duduk di sekitar kasurku. “Mana bunda gue Sya? Gue pengen pulang, bilangin dong. Gue pengen minta maaf, gue ga maksud buat ngelemparin bubur tadi.” Tasya tercengang dan menatap teman-temanku.
Bu Anti yang duduk di sudut ujung kanan kasurku menatapku tajam dengan mata dan hidung yang memerah. Sapu tangan yang digenggamnya basah kuyup entah oleh apa.
“Bubur apa Nda?” Tasya mulai terisak. Matanya berkaca-kaca.
“Ya bubur ayamlah Sya. Eh tapi kok kasurnya udah bersih sih? Kan tadi buburnya jatuh di sini,” Aku mengelus-ngelus kasur dan merapatkan selimut ke seluruh badanku. Segan dipadangi dengan berbagai ekspresi oleh teman-temanku.
Tasya terisak lagi dan tiba-tiba Bu Anti menangis. “Oke, sebenernya ada apa sih?” UKS yang sedari tadi bising langsung hening. Seluruh mata tertuju padaku dan tiba-tiba sebuah suara memenuhi telingaku.
“Bundamu mengalami kecelakaan saat hendak menjengukmu ke sini, Nak. Ia tertabrak mobil di depan warung Mang Adi setelah membelikan bubur untukmu. Keadaannya kritis, Nda. Ia gegar otak parah dan kehabisan darah. Maaf Nda, keadaan sudah enggak memihak sama kita,” Di sudut pintu UKS Ayah memandangku dengan tangan bergetar. Jelas sekali sisa-sisa air mata di pipinya. Sebelumnya aku tak pernah melihat ayah menangis. “Maaf Nda, Ayah ngga bisa ngejagain Bunda.”
Tasya memelukku. Bu Anti menangis lagi dan beberapa siswa mulai menenangkannya. Ayah mendekatiku dan mengulurkan tangannya padaku. “Ayaaah...”
Dalam dekapan Ayah seluruh tubuhku menggigil. Lututku bergetar. Oksigen, aku butuh oksigen. Aku butuh udara. Sandiwara ini terlalu berat untukku. Aku tak bisa menjalani peran yang seperti ini.
“...Nanda ingin bilang maaf sama bunda saat ini juga, Yah. Nanda pengen denger bunda bilang sayang sama Nanda, Yah.” Haru yang kudengar. Kepalaku tersentak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Aku hanya ingin tidur lagi. Bangun, dan semua hanya akan menjadi sebuah mimpi buruk.
Aku bersorak dalam hati melihat bunda keluar kamar. Uuh. Masa pagi-pagi aku disuruh masak? Bau bawang ah.
Aku meraih ganggang pintu depan. Bunda lama banget masaknya. Kalau bunda nanti marah aku ngga makan, kan salah bunda. Kenapa masaknya lama bener? Aku kan bisa telat.
Aku meraih sepatu di rak dan menutup pintu depan dengan perlahan. Setengah berlari aku menuju gang depan dan menyetop angkot.
Tak seperti biasanya hari ini angkot sepi. Yang ada hanya aku dan tiga orang cewek SMA yang lagi ketawa-ketiwi nggak jelas. Acuh tak acuh aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mendengarkan musik dari headset.
Lima belas menit perjalanan dari rumah kulalui sambil berdendang pelan mengikuti suara penyanyi favoritku. Aah, rasa lapar sedikit menggangguku. Tapi, begitu melihat teman-temanku yang berkumpul di dekat gerbang, rasa lapar itu bukan lagi sebuah masalah.
“Nandaaaa,” Sebuah suara memanggilku. Sambil mengikatkan lengan jaket ke pinggangku, aku menoleh. “Hei,” Jawabku sambil tersenyum. Tasya berlari menghampiriku sambil membetulkan letak dasinya.
“Ngelamun aja loe. Makan yuk!” Katanya sambil menepuk pundakku. “Malas banget, entar lagi kan Mr. Punk mau masuk, ogah gue disuruh hormat bendera panas-panas gini.”
“Hush!” Ujar Tasya sambil terkikik mendengarku memangil Pak Nas dengan sebutan Mr. Punk. “Enggak kok, beliau nggak masuk hari ini. Katanya sih anak 9-6 kemarin kosong sama dia, ke Pekan Baru, seminggu ini.”
“Ouuuh,” Bibirku melengkung membentuk huruf O besar. Kurogoh sakuku untuk memeriksa sisa uangku. Kebiasaan. Kalau mau jajan harus periksa kantong dulu, siapa tau lagi sial kan?
Agak gelagapan aku memeriksa saku rokku, saku bajuku kosong-melompong. Sambil menarik saku rok keluar aku mecoba mengingat-ingat kembali. Oiyaa, duit buat hari ini kan udah gue jajanin kemaren. Siaal! Mana dompet gue tinggalin di kasur lagi.
Melihat gelagatku yang bengong sambil memegang saku, Tasya langsung terkikik. ”Cie, ngga bawa duit nih! Entar-entar aja deh makannya,” Tasya langsung membetulkan seragamnya dan mulai melangkah.
“Woii, traktir gue dong! Sekaliii aja! Laper nih, belum makan dari pagiii!” Mendengar teriakanku yang bergema di sepanjang selasar, Tasya langsung ambil langkah seribu. Dasar!!
Pusing.
Ternyata begini rasanya ngga makan seharian. Mana pulang masih lama lagi. Nanda memijit pelan pelipisnya dan mencoba meredamnya dengan memakan permen karet yang sudah lewat expired yang dia temuin di dalam tas.
Hera yang duduk di sebelahnya acuh tak acuh tetap memandang ke arah papan tulis. Nanda tahu benar, Hera punya banyak persediaan cokelat dalam tasnya. Tapi mau bagaimana? Gengsi dong minta-minta sama si pelit yang satu ini. Nanda mencoba menidurkan kepalanya di atas meja sambil mencoret-coret buku di depannya.
Matanya berat. Ia pengen tidur, bentaaar saja. Perutnya sakit dan dia udah ga tahan lagi. Nanda menelan ludahnya mencoba menahan sebentar lagi. Tapi semua sudah keburu gelap dan yang ada di pikiran Nanda hanya deru nafas yang bergema di dalam kepalanya.
“Ndaaa...”
Nanda membuka matanya perlahan. Sosok kecil dan ringkih itu duduk di ujung kasur ruang UKS. Nanda memicingkan kedua matanya. Silau. Sejak kapan bunda sekurus itu?
“Halo sayang,” Bunda memijit kakiku dan tersenyum lemah. “Yuk makan, nih udah bunda bawain bubur ayam Mang Adi, kesukaan kamu.”
Bunda meraih bantal di kepalaku dan menegakkan kepalaku di atasnya. “Nggak ah Bunda, perut Nanda masih perih.” Bunda tersenyum lagi. Tak pernah aku melihat bunda sesabar ini sebelumnya.
“Ayo dong sayang,” Bunda mencoba lagi sambil membuka kotak bubur. Aku diam seribu bahasa, kalau sudah begini biasanya bunda bakal cepet ngalah. Tapi perkiraanku salah, bunda tetap mencoba merayuku sambil sesekali mengusap-usap rambutku.
“Nggak bundaaaaa,” Aku mulai merajuk. Bunda terdiam dan mengambil kotak bubur dari atas meja dan menyodorkannya ke arahku. “KENAPA SIH BUNDA NGGA BISA DIKASIH TAHU!!?” Aku berteriak dan mendorong lengan bunda. Kotak terlempar. Bubur berterbaran. Bunda terdiam dan menatapku kosong. Aku menangis. Pusing yang amat hebat menyerang kepalaku tepat di titik didihnya.
“Ndaaaa...”
Aku membuka mata. “Iya bunda, Nanda ngga mau makan buburnya.”
Bisik-bisik terdengar, cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gorden membuatku sulit melihat. “Emmm ini gue Nda,” Itu suara Tasya. Sesaat aku langsung terjaga dan melihat seluruh murid di kelas lagi duduk bersila di lantai atau duduk di sekitar kasurku. “Mana bunda gue Sya? Gue pengen pulang, bilangin dong. Gue pengen minta maaf, gue ga maksud buat ngelemparin bubur tadi.” Tasya tercengang dan menatap teman-temanku.
Bu Anti yang duduk di sudut ujung kanan kasurku menatapku tajam dengan mata dan hidung yang memerah. Sapu tangan yang digenggamnya basah kuyup entah oleh apa.
“Bubur apa Nda?” Tasya mulai terisak. Matanya berkaca-kaca.
“Ya bubur ayamlah Sya. Eh tapi kok kasurnya udah bersih sih? Kan tadi buburnya jatuh di sini,” Aku mengelus-ngelus kasur dan merapatkan selimut ke seluruh badanku. Segan dipadangi dengan berbagai ekspresi oleh teman-temanku.
Tasya terisak lagi dan tiba-tiba Bu Anti menangis. “Oke, sebenernya ada apa sih?” UKS yang sedari tadi bising langsung hening. Seluruh mata tertuju padaku dan tiba-tiba sebuah suara memenuhi telingaku.
“Bundamu mengalami kecelakaan saat hendak menjengukmu ke sini, Nak. Ia tertabrak mobil di depan warung Mang Adi setelah membelikan bubur untukmu. Keadaannya kritis, Nda. Ia gegar otak parah dan kehabisan darah. Maaf Nda, keadaan sudah enggak memihak sama kita,” Di sudut pintu UKS Ayah memandangku dengan tangan bergetar. Jelas sekali sisa-sisa air mata di pipinya. Sebelumnya aku tak pernah melihat ayah menangis. “Maaf Nda, Ayah ngga bisa ngejagain Bunda.”
Tasya memelukku. Bu Anti menangis lagi dan beberapa siswa mulai menenangkannya. Ayah mendekatiku dan mengulurkan tangannya padaku. “Ayaaah...”
Dalam dekapan Ayah seluruh tubuhku menggigil. Lututku bergetar. Oksigen, aku butuh oksigen. Aku butuh udara. Sandiwara ini terlalu berat untukku. Aku tak bisa menjalani peran yang seperti ini.
“...Nanda ingin bilang maaf sama bunda saat ini juga, Yah. Nanda pengen denger bunda bilang sayang sama Nanda, Yah.” Haru yang kudengar. Kepalaku tersentak oleh rasa sakit yang tak tertahankan. Aku hanya ingin tidur lagi. Bangun, dan semua hanya akan menjadi sebuah mimpi buruk.